BRAIN Personalities – Sobat BRAIN, pernahkah kamu pernah mendapati anak yang enggan berangkat sekolah, tiba-tiba murung, atau kehilangan semangat belajar tanpa alasan jelas? Bisa jadi itu bukan sekadar “malas sekolah”, tapi tanda-tanda bahwa ia sedang mengalami dampak kasus bullying di sekolah.
Faktanya, masalah ini bukan hal sepele. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2023) menunjukkan bahwa lebih dari 30% anak di Indonesia pernah mengalami bentuk kekerasan di sekolah, dan sebagian besar berupa bullying verbal, fisik, maupun sosial.
Bahkan riset UNICEF (2022) menemukan bahwa anak yang menjadi korban bullying cenderung mengalami penurunan prestasi akademik, rasa tidak aman, hingga trauma jangka panjang terhadap lingkungan belajar.
Sebagai orang tua, guru, atau bahkan teman, memahami apa itu bullying, dampaknya, dan cara menanganinya adalah langkah pertama untuk melindungi anak-anak kita.
Yuk, Sobat BRAIN, kita bahas tuntas bersama!
Baca juga: Bahaya Dampak Helicopter Parenting dan Cara Mengatasinya
Apa Itu Bullying di Sekolah?
Secara sederhana, bullying di sekolah adalah bentuk kekerasan atau intimidasi yang dilakukan secara berulang oleh seseorang atau kelompok terhadap orang lain yang dianggap lemah. Perilaku ini bisa berbentuk fisik, verbal, sosial, maupun digital (cyberbullying).
Menurut definisi dari World Health Organization (WHO, 2023), bullying bukan sekadar konflik antar teman, melainkan tindakan yang disertai ketidakseimbangan kekuasaan (power imbalance).
Pada kondisi ini, pelaku memiliki kekuatan lebih besar, baik secara fisik, sosial, atau psikologis, dibanding korban.
Bullying bisa terjadi di mana saja: di kelas, lapangan, asrama, bahkan di grup chat sekolah. Masalahnya, banyak anak tidak berani melapor karena takut dianggap “lemah” atau “pengadu”.
Padahal, diam bukan solusi, justru memperkuat perilaku pelaku bullying.
Baca juga: Tips Menangani Anak Tantrum secara Sehat dengan Pendekatan Neurosains
Dampak Bullying di Sekolah
Sobat BRAIN, bullying bukan hanya melukai fisik, tapi juga menggores emosi dan menghambat perkembangan otak anak.
Dampaknya bisa terasa hingga dewasa. Berikut beberapa efek nyata yang perlu kamu waspadai:
1. Gangguan Emosi dan Kesehatan Mental
Anak yang dibully cenderung mengalami kecemasan, depresi, dan kehilangan kepercayaan diri.
Menurut riset dari American Academy of Pediatrics (2023), korban bullying memiliki risiko dua kali lipat mengalami gangguan mental seperti anxiety disorder dan low self-esteem.
Mereka bisa merasa tidak berharga, malu, bahkan menyalahkan diri sendiri atas perlakuan yang mereka alami.
Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa mempengaruhi prestasi belajar dan kemampuan bersosialisasi.
Anak mungkin jadi menarik diri dari lingkungan, sulit percaya pada orang lain, dan kehilangan semangat mengejar potensi dirinya.
2. Menurunnya Fungsi Otak dan Prestasi Akademik
Dari perspektif neurosains, bullying menyebabkan stres kronis yang mempengaruhi aktivitas korteks prefrontal, bagian otak yang berperan dalam pengambilan keputusan, fokus, dan pengendalian emosi.
Akibatnya, anak menjadi sulit berkonsentrasi di sekolah, cepat lelah, dan performa akademiknya menurun.
Menurut laporan National Institute of Mental Health (NIMH, 2022), paparan stres sosial seperti bullying dapat memperlambat perkembangan otak remaja hingga 20%.
Itu sebabnya, anak yang sering menjadi korban sering tampak “tidak berkembang” seperti teman-temannya dalam hal motivasi dan kreativitas.
3. Pola Sosial dan Kepercayaan yang Terganggu
Bullying juga meninggalkan luka sosial. Anak yang sering ditindas cenderung memiliki trust issue terhadap lingkungan sekitar.
Mereka takut ditolak atau dipermalukan, sehingga lebih memilih menyendiri.
Dalam beberapa kasus, korban justru bisa berubah menjadi pelaku sebagai bentuk balas dendam atau mekanisme pertahanan diri.
Baca juga: Cara Menangani Anak Mudah Tersinggung & Marah
Ciri-ciri Bullying di Sekolah
Agar bisa membantu lebih cepat, Sobat BRAIN perlu mengenali tanda-tanda umum terjadinya bullying di sekolah.
Ada dua sisi yang harus diperhatikan: ciri korban dan ciri pelaku.
1. Ciri-ciri Korban Bullying
Anak korban bullying biasanya menunjukkan perubahan perilaku seperti:
- Mendadak tidak mau ke sekolah atau pura-pura sakit.
- Mengalami luka fisik tanpa penjelasan jelas.
- Sering murung, menangis diam-diam, atau kehilangan selera makan.
- Nilai akademik menurun drastis.
- Menarik diri dari teman-temannya.
Tanda-tanda ini adalah bentuk distres emosional dan ketakutan sosial. Anak mungkin tidak berani bercerita karena takut dianggap lemah atau karena pelaku adalah temannya sendiri.
Orang tua perlu peka dan jangan langsung memarahi, tapi dengarkan dengan empati dan beri rasa aman.
2. Ciri-ciri Pelaku Bullying
Pelaku biasanya menunjukkan perilaku seperti:
- Sering memprovokasi atau mengejek teman lain.
- Senang menjadi pusat perhatian dengan cara menjatuhkan orang lain.
- Kurang empati terhadap perasaan teman.
- Memiliki dorongan mengontrol atau mendominasi kelompok.
Dari sisi psikologi, anak pelaku bullying sering kali memiliki kebutuhan pengakuan yang tidak terpenuhi atau meniru pola kekerasan yang ia lihat di rumah.
Artinya, pelaku juga membutuhkan bimbingan dan koreksi perilaku, bukan sekadar hukuman.
Baca juga: Tips Menangani Anak Susah Fokus Saat Belajar
Contoh Bullying di Sekolah
Bullying hadir dalam banyak bentuk, Sobat BRAIN. Berikut beberapa contohnya agar kamu lebih mudah mengenali:
1. Bullying Fisik
Misalnya memukul, menendang, mendorong, atau merusak barang milik teman. Tindakan ini paling mudah dikenali karena meninggalkan luka nyata.
2. Bullying Verbal
Seperti mengejek, menghina fisik, atau memberi julukan yang menyakitkan. Ini sering dianggap “candaan”, padahal bisa menghancurkan kepercayaan diri anak.
3. Bullying Sosial (Relasional)
Bentuk ini lebih halus tapi berbahaya. Contohnya seperti mengucilkan teman, menyebar gosip, atau membuat kelompok eksklusif yang tidak menerima orang lain.
4. Cyberbullying
Bullying yang terjadi lewat media digital seperti grup chat, media sosial, atau game online. Ini termasuk menyebarkan foto memalukan, komentar jahat, atau pesan ancaman.
Semua bentuk bullying sama-sama berbahaya. Terutama cyberbullying, karena bisa menyebar cepat dan sulit dihapus. Anak bisa merasa “diserang” 24 jam tanpa ruang aman.
Baca juga: Tips Efektif Anak Usia Dini Lebih Fokus Belajar Al Quran
Cara Mengatasi Bullying di Sekolah
Menghadapi bullying butuh langkah komprehensif, bukan hanya menghentikan pelaku, tapi juga memulihkan korban dan membangun empati di lingkungan sekolah.
Berikut langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi bullying di sekolah :
1. Dengarkan Anak dengan Empati
Saat anak menceritakan pengalaman buruk, jangan langsung menyalahkan atau memberi nasihat berlebihan.
Tunjukkan bahwa kamu mendengar dan memahami. Validasi perasaan anak terlebih dahulu agar ia merasa aman untuk terbuka.
2. Bangun Komunikasi dengan Guru dan Sekolah
Orang tua perlu bekerja sama dengan pihak sekolah. Sampaikan laporan dengan tenang dan objektif agar guru bisa menindaklanjuti secara tepat.
Sekolah juga berperan penting dalam menciptakan zona aman tanpa kekerasan di lingkungan belajar.
3. Ajarkan Anak Keterampilan Sosial dan Regulasi Emosi
Anak yang mampu mengelola emosi dan memahami perasaan orang lain lebih tangguh menghadapi tekanan sosial.
Pendekatan ini dikenal dengan pelatihan empati dan emotional intelligence, yang terbukti mampu mengurangi kasus bullying hingga 30% (UNESCO, 2023).
4. Kenali Jenis Kecerdasan dan Kepribadian Anak dengan Tes BRAIN Kid
Nah, Sobat BRAIN, salah satu cara paling efektif untuk mencegah dan mengatasi bullying adalah dengan memahami cara berpikir, bereaksi, dan berinteraksi anak berdasarkan dominasi otaknya.
Dengan Tes BRAIN Kid, kamu bisa mengetahui:
- Apakah anak cenderung analitis, emosional, kreatif, atau sosial.
- Bagaimana cara terbaik mendukung anak agar percaya diri tanpa jadi agresif.
- Strategi komunikasi yang sesuai agar anak bisa mengekspresikan diri dengan sehat.
Pendekatan berbasis kecerdasan dominan, kepribadian, dan neurosains ini membantu orang tua, guru, dan konselor mengenali kebutuhan anak secara personal, bukan menebak-nebak.
Baca juga: Tips Pasangan Suami Istri Menjalani LDR (Long Distance Relationship) Agar Lebih Harmonis
Saatnya Anda Menghentikan Tindakan Bullying
Bullying di sekolah bukan sekadar masalah perilaku, tapi masalah perkembangan karakter dan kesehatan mental generasi masa depan.
Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh empati akan menjadi pribadi yang percaya diri, tangguh, dan siap menghadapi dunia.
Yuk, Sobat BRAIN, bantu anak-anak kita tumbuh dengan sehat secara emosional!
Mulailah dengan memahami kecerdasan dominan dan kepribadian anak lewat Tes BRAIN Kid dari BRAIN Personalities.
Bangun masa depan anak yang bebas dari bullying dimulai dari rumah, bersama kamu, orang tua yang sadar dan peduli.
