BRAIN Personalities – Halo, Sobat BRAIN! Pernah nggak kamu mikir, “Kalau jadi dokter, spesialis apa ya yang benar-benar dibutuhkan di Indonesia dan punya prospek karier luas?” Nah, salah satu jawabannya ada pada profesi dokter spesialis penyakit Dalam.
Profesi ini sering disebut internis, dan mereka adalah “detektif medis” yang menangani penyakit-penyakit rumit di organ dalam tubuh manusia.
Masalahnya, banyak calon dokter atau mahasiswa kedokteran yang bingung: jalurnya panjang nggak sih? Kompetensinya harus seperti apa? Universitas mana yang terbaik buat memulai? Dan, apakah profesi ini benar-benar layak untuk diperjuangkan?
Solusinya, kamu butuh gambaran lengkap, mulai dari definisi, peran, jalur pendidikan, sampai rekomendasi kampus terbaik.
Dengan begitu, kamu bisa memutuskan apakah jalur ini cocok dengan passion, potensi, dan tujuan hidupmu.
Di artikel ini, BRAIN Personalities akan membahas tuntas semuanya, plus tips gimana kamu bisa merancang karier sebagai Dokter Spesialis Penyakit Dalam lewat program BRAIN Career Coaching for Student. Yuk kita mulai!
Baca juga: 10 Dokter Spesialis yang Paling Dibutuhkan di Indonesia
Definisi Dokter Spesialis Penyakit Dalam
![]()
Sobat BRAIN, kamu tahu nggak, menurut ulasan terbaru di Alodokter dan laman resmi PAPDIJAYA, profesi Dokter Spesialis Penyakit Dalam atau yang biasa disebut internis (Sp.PD) jadi semakin vital di era sekarang?
Penyebabnya, meningkatnya jumlah pasien dewasa dan lansia dengan penyakit kompleks seperti penyakit jantung, diabetes, hingga keluhan autoimun membuat kehadiran internis sangat krusial dalam sistem kesehatan Indonesia.
Yuk, kita kenali lebih dalam definisi dan karakter unik profesi ini sebagai pijakan awal sebelum menyelami perannya lebih lanjut!
Ciri Utama Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Internis)
1. Mendalami diagnosis penyakit, bukan sekadar gejala, tapi akar masalah medis
Internis mengambil peran “detektif medis” yang menggali lebih dari sekadar apa yang dirasakan pasien.
Mereka melakukan evaluasi menyeluruh, interpretasi hasil laboratorium, dan pemeriksaan fisik detail untuk menelusuri penyebab mendasar suatu keluhan yang seringkali kompleks.
2. Mengelola terapi jangka panjang, termasuk pengaturan obat, gaya hidup, dan monitoring pasien
Berbeda dengan penanganan akut oleh dokter umum, internis merancang rencana perawatan komprehensif yang mencakup resep obat, rekomendasi pola makan, aktivitas fisik, dan pemantauan berkala. Ini juga secara khusus, untuk kondisi kronis seperti hipertensi, diabetes, atau gagal ginjal.
3. Berfokus pada pencegahan, mengedukasi pasien agar terhindar dari komplikasi
Internis tidak hanya mengobati tapi juga membuat strategi preventif jangka panjang.
Mereka rutin mengedukasi pasien dewasa dan lansia untuk mengenali risiko kesehatan sejak dini seperti pentingnya skrining rutin, mengenali tanda komplikasi, dan keteguhan minum obat dengan disiplin.
Sobat BRAIN, internis benar-benar figur sentral dalam perjalanan kesehatan seseorang.
Kalau dokter umum ibarat gerbang pertama, maka internis adalah “penyelidik lanjutan” yang memastikan solusi diagnosis, pengobatan, dan pencegahan dijalankan secara tepat dan efisien.
Baca juga: Penduan Karier Menjadi Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi (Ob-Gyn)
Tugas dan Peran Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Sobat BRAIN, di tengah meningkatnya kasus penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan kanker, peran dokter spesialis penyakit dalam (internis) menjadi semakin vital.
Data Kementerian Kesehatan 2024 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit kronis di Indonesia naik lebih dari 15% dalam lima tahun terakhir.
Sejalan dengan itu, laporan Tempo.co (2024) mengungkapkan bahwa internis kini diharapkan menjadi garda terdepan penanganan kanker.
Perannya mulai dari deteksi dini hingga pemantauan pasca-terapi, khususnya bagi pasien di daerah yang kembali ke kampung halaman setelah perawatan di rumah sakit rujukan.
Dengan jumlah internis yang tersebar hampir di seluruh provinsi, mereka menjadi ujung tombak dalam menyediakan layanan kesehatan yang terjangkau, merata, dan berkualitas.
1. Mendiagnosis Penyakit Internal Kompleks
Internis memiliki keahlian tinggi dalam mengidentifikasi penyakit yang melibatkan organ-organ dalam tubuh, seperti jantung, paru-paru, ginjal, hati, dan sistem pencernaan.
Diagnosis ini tidak sekadar mengandalkan gejala yang tampak, tetapi juga analisis mendalam dari riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang seperti tes darah, CT scan, atau MRI.
Kepekaan dalam menilai pola gejala membuat internis mampu mengungkap penyakit yang sering kali tersembunyi di balik keluhan umum.
Selain itu, proses diagnosis yang dilakukan internis membantu mempercepat penanganan sebelum penyakit berkembang menjadi lebih parah.
Misalnya, diagnosis dini pada pasien diabetes dapat mencegah komplikasi serius seperti gagal ginjal atau neuropati.
Hal ini sejalan dengan temuan Indonesian Society of Internal Medicine bahwa diagnosis tepat waktu dapat menurunkan angka mortalitas dan biaya perawatan jangka panjang.
2. Memberikan Perawatan Jangka Panjang
Banyak pasien penyakit kronis membutuhkan pendampingan medis seumur hidup. Internis berperan dalam menyusun rencana perawatan yang berkelanjutan.
Peran tersebut meliputi pengaturan dosis obat, pemantauan perkembangan penyakit, serta penyesuaian terapi sesuai kondisi pasien.
Nah, pendekatan ini memastikan pasien tetap stabil dan terhindar dari komplikasi serius.
Tidak hanya fokus pada pengobatan, internis juga memberikan dukungan psikologis agar pasien memiliki motivasi untuk menjalani pengobatan dengan konsisten.
Penelitian Journal of Chronic Diseases (2023) menunjukkan bahwa pasien yang mendapatkan pendampingan jangka panjang dari internis memiliki tingkat kepatuhan pengobatan 40% lebih tinggi dibanding yang tidak mendapatkan monitoring intensif.
3. Mengkoordinasikan Perawatan Multidisiplin
Pasien dengan penyakit kompleks sering memerlukan perawatan dari berbagai spesialis. Di sinilah internis berperan sebagai koordinator yang memastikan setiap langkah perawatan selaras dan saling mendukung.
Mereka menjembatani komunikasi antara spesialis bedah, onkologi, kardiologi, hingga rehabilitasi medis.
Koordinasi yang baik ini penting untuk mencegah duplikasi pemeriksaan, menghindari interaksi obat yang berbahaya, serta mempercepat proses pemulihan.
Menurut riset World Health Organization (WHO), koordinasi perawatan multidisiplin yang efektif dapat mengurangi risiko komplikasi medis hingga 30%.
4. Edukasi Pasien dan Pencegahan Komplikasi
Salah satu peran penting internis adalah memberikan edukasi kepada pasien terkait gaya hidup sehat, pola makan, aktivitas fisik, dan pentingnya kepatuhan terhadap terapi medis.
Edukasi ini bukan hanya menargetkan pasien, tetapi juga keluarga yang berperan dalam mendukung proses perawatan.
Pencegahan komplikasi melalui edukasi terbukti efektif menekan angka rawat inap. Data Kementerian Kesehatan (2024) menunjukkan bahwa pasien dengan penyakit kronis yang rutin mendapatkan edukasi dari internis memiliki tingkat kekambuhan lebih rendah hingga 25%.
5. Riset dan Pengembangan Ilmu Kedokteran
Banyak internis yang terlibat aktif dalam penelitian untuk mengembangkan metode diagnosis dan terapi terbaru.
Penelitian ini bisa mencakup uji klinis obat baru, teknologi pemeriksaan inovatif, atau strategi perawatan yang lebih efektif.
Kontribusi riset internis tidak hanya berdampak di tingkat rumah sakit, tetapi juga mempengaruhi kebijakan kesehatan nasional.
Contohnya, hasil riset mengenai penanganan hipertensi yang dilakukan oleh tim internis di beberapa rumah sakit besar menjadi dasar penyusunan panduan nasional pengobatan hipertensi oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).
Baca juga: Panduan Karier Menjadi Dokter Spesialis Anak (Pediatri)
Jalur Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Sobat BRAIN, kalau kamu mengikuti kabar tentang ketimpangan jumlah dokter spesialis di Indonesia, pasti menyadari bahwa kebutuhan tenaga spesialis Penyakit Dalam (internis) kini semakin mendesak.
Menurut data terbaru dari Kolegium Ilmu Penyakit Dalam (KIPD), hingga akhir 2022 baru ada 15 Program Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PPDS-PD) yang tersebar di seluruh Indonesia, mayoritas di Pulau Jawa.
Sementara itu, Konsil Kedokteran Indonesia (KIDI) mencatat sekitar 67% peserta PPDS aktif berada di wilayah Jawa dan Bali, sedangkan wilayah timur hanya 1% dan Kalimantan 2%.
Fakta ini menunjukkan bahwa jalur pendidikan spesialis tidak hanya kompetitif, tapi juga secara geografis tidak merata. Ini menjadikan pemilihan kampus, strategi persiapan, dan perencanaan karier semakin krusial bagi calon internis masa depan.
1. Menyelesaikan Pendidikan Dokter Umum (S1 + Profesi)
Langkah pertama menuju gelar Spesialis Penyakit Dalam dimulai dari menempuh pendidikan Sarjana Kedokteran (S.Ked) di fakultas kedokteran yang terakreditasi, biasanya memakan waktu sekitar 3,5–4 tahun.
Setelah itu, mahasiswa harus mengikuti program profesi dokter atau co-assistant (co-ass) selama 1–2 tahun.
Pada tahap ini, calon dokter mendapat pengalaman klinis langsung di berbagai departemen, termasuk rotasi di bagian penyakit dalam untuk memahami diagnosis dan penanganan penyakit organ internal.
Tahap ini menjadi fondasi penting karena membentuk keterampilan klinis dasar, seperti pemeriksaan fisik, anamnesis mendalam, hingga interpretasi hasil laboratorium.
Semakin matang pemahaman di tahap ini, semakin siap seorang calon dokter untuk menghadapi seleksi ketat di jenjang spesialisasi.
2. Seleksi dan Pendirian Program PPDS-PD
Tidak semua fakultas kedokteran dapat membuka program PPDS-PD. Hanya universitas yang mendapat rekomendasi resmi Kolegium Ilmu Penyakit Dalam (KIPD) dan persetujuan Kemendikbudristek yang diizinkan menyelenggarakan pendidikan ini.
Tujuannya adalah menjaga mutu pendidikan dan memastikan lulusan memiliki kompetensi yang setara secara nasional.
Bagi calon mahasiswa, penting untuk memeriksa akreditasi dan reputasi program sebelum mendaftar.
Selain kualitas pengajar, faktor seperti kelengkapan fasilitas rumah sakit pendidikan, akses penelitian, dan kesempatan rotasi klinis di luar daerah juga berpengaruh besar terhadap pengalaman belajar.
3. Jalur Seleksi PPDS
Proses masuk PPDS-PD umumnya sangat kompetitif. Beberapa universitas menggunakan jalur reguler berupa ujian tertulis, tes kemampuan klinis, dan wawancara.
Sementara itu, ada pula jalur Program Pendidikan Ujian Kompetensi (PPUK) yang bersifat seleksi mandiri, seperti yang dijalankan di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya dan beberapa kampus lain.
Pemilihan jalur ini sangat menentukan peluang diterima. Calon peserta disarankan mempersiapkan diri jauh hari dengan memperdalam materi klinis, mengikuti tryout ujian, serta melatih kemampuan komunikasi medis yang akan diuji saat wawancara.
4. Mengikuti Program PPDS-PD (Sekitar 4 Tahun)
Setelah diterima, peserta PPDS-PD akan menempuh pendidikan intensif selama kurang lebih 4 tahun.
Kurikulum mencakup rotasi di berbagai divisi penyakit dalam, mulai dari kardiologi, gastroenterologi, pulmonologi, hingga nefrologi.
Selain itu, peserta diwajibkan melakukan penelitian ilmiah sebagai syarat kelulusan.
Beban kerja di tahap ini sangat tinggi, dengan jadwal jaga malam, kunjungan pasien harian, dan diskusi kasus yang intens.
Namun, pengalaman ini akan membentuk internis yang tangguh, kritis, dan terampil menangani kasus-kasus kompleks.
5. Ujian Kompetensi Dokter Spesialis Penyakit Dalam (UK-DSPDI)
Lulus dari PPDS belum berarti langsung mendapat gelar Sp.PD. Peserta wajib mengikuti Ujian Kompetensi Dokter Spesialis Penyakit Dalam (UK-DSPDI) yang diselenggarakan oleh KIPD.
Ujian ini memastikan standar kompetensi nasional terpenuhi sebelum dokter resmi diakui sebagai internis.
Ujian meliputi aspek teori, keterampilan klinis, dan sikap profesional. Tingkat kelulusannya cukup menantang, sehingga persiapan matang menjadi kunci.
Banyak peserta yang mengulang ujian karena tidak menguasai studi kasus atau kurang terlatih dalam prosedur tertentu.
6. Peluang Fellowship (Subspesialisasi)
Bagi internis yang ingin memperdalam bidang tertentu, tersedia jalur Fellowship atau pendidikan subspesialisasi.
Mulai Januari 2025, KIPD membuka fellowship berdurasi sekitar 6 bulan, mencakup bidang seperti endokrinologi, hematologi-onkologi, hingga reumatologi, dengan beberapa didukung beasiswa Kemenkes RI.
Fellowship memberikan kesempatan untuk menjadi ahli di bidang yang lebih spesifik, meningkatkan daya saing profesional, dan membuka peluang karier di rumah sakit rujukan nasional maupun internasional.
Baca juga: Perjalanan Karier Founder & CEO Halodoc, Jonathan Sudharta
BRAIN Career Coaching for Professional disini
Rekomendasi Universitas Kedokteran untuk Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Sobat BRAIN, kalau kamu sedang mencari kampus terbaik untuk meniti karier sebagai dokter spesialis penyakit dalam, kamu tak sendirian.
Berdasarkan data Kemendikbudristek 2024 dan peringkat independen EduRank 2023, beberapa universitas terdepan berhasil mengukuhkan reputasi kedokterannya secara nasional dan internasional.
Ini jadi pertimbangan utama karena kualitas pendidikan dan fasilitas klinis di kampus unggulan dapat membantumu masuk ke program PPDS yang kompetitif serta membentuk bekal riset dan klinis yang solid.
Yuk, kita bahas kampus-kampus unggul yang bisa kamu pertimbangkan!
1. Universitas Indonesia (UI)
UI tidak hanya dikenal sebagai salah satu pusat pendidikan kedokteran terbaik di Asia Tenggara, tapi Program Studi Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di FKUI juga telah meraih akreditasi Unggul dari LAM-PTKes.
Selain itu, FKUI memiliki reputasi riset dan fasilitas klinis canggih seperti layanan jantung terpadu, endoskopi saluran cerna, hingga pusat geriatri. Inilah yang sangat mendukung pembelajaran dan praktik penyakit dalam secara menyeluruh.
2. Universitas Gadjah Mada (UGM)
UGM termasuk kampus unggul yang masuk daftar universitas kedokteran terbaik versi QS WUR by Subject 2022, sejajar dengan UI dan UNAIR.
Prodi Spesialis Penyakit Dalam di FK-KMK UGM juga meraih akreditasi Unggul dari Kolegium Ilmu Penyakit Dalam, menunjukkan kualitas pendidikan klinis dan akademik yang tinggi.
3. Universitas Airlangga (UNAIR)
UNAIR menduduki peringkat tinggi dalam aspek reputasi akademik dan riset bidang kedokteran menurut EduRank.
Fakultas Kedokteran UNAIR juga dikenal unggul dalam riset penyakit tropis dan pendekatan klinis multidisiplin, dengan fasilitas lengkap seperti biosafety level three dan Institut Penyakit Tropis.
4. Universitas Padjadjaran (UNPAD)
UNPAD menyelisihi kompetitor lain dalam pemeringkatan EduRank sebagai salah satu universitas kedokteran terbaik di Indonesia.
Selain fasilitas klinis mumpuni, UNPAD juga dikenal mendidik dokter dengan pengembangan kemampuan klinis dan soft skills yang seimbang yang merupakan nilai penting untuk seorang internis profesional.
5. Universitas Diponegoro (UNDIP)
UNDIP juga masuk daftar universitas kedokteran terbaik menurut EduRank 2023.
FK UNDIP memiliki pendekatan pembelajaran berbasis kasus dan riset yang berorientasi komunitas, sangat berguna terutama untuk internis yang berniat menerapkan pelayanan kesehatan di daerah terpencil.
Baca juga: Perjalanan Karier Founder & CEO Halodoc, Jonathan Sudharta
Ini Saatnya Kariermu dengan BRAIN Career Coaching
Sobat BRAIN, menjadi dokter spesialis penyakit dalam itu bukan sekadar karier, ini adalah panggilan hidup.
Profesi ini menggabungkan keahlian medis yang mendalam dengan dedikasi untuk membantu pasien mengelola penyakit jangka panjang.
Jalannya memang panjang dan menantang, tapi dengan perencanaan karier yang tepat, kamu bisa mencapainya.
Kalau kamu masih ragu apakah jalur ini cocok dengan potensi dan tujuan hidupmu, yuk ikuti BRAIN Career Coaching for Student. Di sini, kamu akan dibimbing menemukan spesialisasi yang sesuai minat, kepribadian, dan dominasi kecerdasan otakmu.
Klik di sini untuk daftar dan mulai perjalanan karier medis impianmu bersama BRAIN Personalities!
